Ayah Saya Dicari Regu Tembak Belanda.
AYAH SAYA DICARI REGU TEMBAK BELANDA, 1947
Pada tahun 1944 sampai 1947 saya tinggal di Jl. Pandean 63 Temanggung. Kota ini sejuk dan banyak berangin. Tanaman besar yang banyak tumbuh di situ adalah lengkeng. Selain itu petani-petani Temanggung banyak yang menanam tembakau dengan irisan yang tebal dan dinamai Tembakau Kedu. Ada juga jenis ayam khusus yang namanya Ayam Kedu. Kebanyakan bulunya hitam.
Gambar 1: Rumah Jl. Pandean 63, Temanggung
Rumah di mana saya tinggal mempunyai kebun yang luas
di belakang, terdapat pohon jambu batu
yang besar dan selalu berbuah lebat. Tumbuh di kebun itu bermacam tanaman
lainnya dan sebuah kolam di mana teman-teman saya sering bermain dengan
gembiranya karena di atas kolam itu ada dangau tempat berteduh dan bermain yang
dibuat oleh ayah saya.
Gambar 2: Dangau dan kolam tempat aku bermain.
Ada sebuah pohon jambu batu yang
sangat besar dan selalu berbuah. Buah yang masak dan jatuh kami pilih dan kami
usapkan pada baju agar bersih dan kami makan di dangau itu. Teman-teman yang
lain ada yang lebih suka mandi-mandi. Teman-teman saya sering bermain,
bercerita, makan-makan di situ sampai sore.
Mereka hanya pulang sesudah ibu mereka menyusul ke kebun
kami dan memanggil sambil memarahi teman-teman saya itu karena tidak pulang-pulang.
Sebenarnya tahun-tahun itu
adalah tahun perjuangan Indonesia yang berat melawan penjajah, tetapi sebagai seorang
anak, saya belum begitu merasakan kegentingannya.
Ayah saya yang lahir pada
1917 adalah seorang opzichter sipil dari Kementerian Pekerjaan Umum. Opzichter adalah pengawas atau
supervisor teknik. Inventaris kantor antara
lain dua buah pick-up merk Desoto,
sebuah sepeda motor BSA yang sering
dipakai ayah saya dan dua buah gerobag sapi dengan enam ekor sapi Benggala yang
besar-besar sebagai penariknya.
Pada akhir 1945 Tentara
Sekutu mendarat di pantai Semarang untuk menyelesaikan masalah peralihan
kekuasaan antara Sekutu ABDA (Amerika- Inggris- Belanda- Australia) yang menang
perang dan Jepang yang kalah. Tentara Sekutu diboncengi oleh tentara Belanda
yang memang merupakan bagian dari Tentara Sekutu.
Secara genetika bangsa
Indonesia berbadan kecil, apalagi telah mengalami 3,5 tahun pendudukan Jepang
yang kejam, membuat bangsa Indonesia kekurangan gizi yang gawat dan membuat
orang-orang Indonesia makin kurus. Sembilan puluh persen bangsa Indonesia masih
butahuruf, hanya ada sedikit pemuda yang tahu bagaimana memegang senjata ringan,
dan lebih sedikit lagi pemimpin dan politikus pejuang. Hal-hal itu sungguh
sangat mengundang bangsa lain untuk menjajah kembali bangsa Indonesia yang
mempunyai tanah air yang kaya. Walaupun kurang gizi, kurus dan butahuruf,
semangat untuk merdeka tidak berkurang.
Kerajaan Belanda menggunakan
kesempatan untuk menjajah Indonesia kembali dengan menyatakan bahwa kedatangannya
bersama Tentara Sekutu itu adalah untuk menjaga ketertiban yang mereka namakan Politionale Actie.
Kedatangan Tentara Sekutu dan
Belanda itu tidak dapat diterima oleh rakyat Indonesia, hal itu dilawan oleh
Kolonel Sudirman yang tahu maksud Belanda sebenarnya. Pertempuran terjadi di
Ambarawa. Pihak Belanda dipimpin oleh Brigjen Bethell.
Untuk membantu Kol.
Sudirman, dan pasukannya, rakyat menyiapkan makanan dan membuat dapur umum,
antara lain di Temanggung. Dapur Umum adalah tempat memasak bahan makanan untuk
tentara-tentara dan sukarelawan.
Saya dengan ayah saya
sering menjemput ibu saya yang bertugas memasak nasi dan lauk-pauk, bersama
puluhan ibu-ibu lainnya di gedung
Kabupaten Temanggung. Ibu saya perlu dijemput karena sering pulang malam. Ibu
saya mengatakan bahwa banyak sukarelawan yang masih baru berumur belasan tahun.
Para sukarelawan dan tentara
itu melewati Temanggung dalam perjalanan ke Magelang dan Ambarawa. Ibu saya
adalah anggota Persatuan Wanita Indonesia disingkat Perwari.
Untuk melawan penjajah di Ambarawa
itu, kantor ayah saya diminta oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk membantu
pengangkutan, karena tentara tahu ada pick-up yang dimiliki oleh kantor. Ayah
sayapun menyerahkan dua buah pick-up inventaris kepunyaan kantor Kementerian
Pekerjaan Umum dengan dua sopirnya, untuk membawa tentara dan membantu transportasi
di Ambarawa. Tidak ada proses administrasi apapun atas peminjaman atau
permintaan itu karena ini semua adalah kepentingan RI. Ayah saya adalah Kepala
Kantor.
Beberapa hari kemudian
salah seorang sopir ayah saya, yang luka-luka di tangannya karena kena peluru
Belanda, kembali ke Temanggung dari Ambarawa dan melapor kepada ayah saya bahwa
kedua buah pick-up itu telah hancur. Pak sopir kelihatan takut karena menyangka
ayah saya akan memarahi dia. Tetapi ayah saya tahu bahwa itu suatu konsekwensi perjuangan
seluruh bangsa sehingga ayah saya menerima laporan itu dan berterimakasih
kepada Yang Maha Kuasa bahwa sopir tidak cedera parah atau gugur.
Dalam peperangan di
Ambarawa dari bulan Oktober sampai Desember 1945 itu, TKR dapat mendesak Tentara
Belanda ke Semarang. Pertempuran di Ambarawa itu dikenal sebagai Palagan
Ambarawa.
Tahun 1947 Belanda menyiapkan
Agresi Militer I. Pesawat pengintai Belanda, secara berkala terbang rendah di atas Temanggung untuk mengamati keadaan. Tentara Nasional
Indonesia, TNI nama baru dari TKR tidak mempunyai pesawat terbang ataupun
senjata anti pesawat terbang yang memadai untuk menembak sehingga pesawat
capung Belanda itu dapat terbang dengan aman kemanapun dia terbang.
Gambar 3: Pesawat pengintai Belanda berpatroli.
Pada suatu sore kami kedatangan
Paman Maliki, dan isterinya, Ibu Dumilah
dan mbak Nani yang mengungsi dari Jakarta lalu ke Wonosobo, dan kemudian tinggal di rumah kami. Pak
Maliki mendapat satu kamar untuk
ditempati. Pak Maliki adalah kakak ayah saya. Kemudian datang lagi keponakan Pak
Maliki yaitu Tience dan Januarita.
Beberapa waktu kemudian
kami kedatangan Paman Umar Khasan,
isterinya dan dua anak-anaknya, balita Marjanto dan bayi Margiono yang mengungsi ke Temanggung. Paman Umar Khasan adalah suami
dari adik ibu saya, Ibu Khotijah. Pak Umar Khasan dapat satu kamar untuk
ditinggali.
Ketika suatu hari ayah saya
sedang berada di pasar Parakan, ayah saya melihat mertuanya, kakek Wiryo, dan
dua adik ibu saya, Suwarti dan Supiah yang mengungsi dari Tegal dan telah berjalan
kaki selama dua minggu.
Kakek Wiryo masih bersedih
karena baru saja kehilangan puteranya Adi yang ditembak Belanda ketika
tertangkap sedang tidur pagi. Belanda menganggap paman Adi gerilyawan, padahal dia
seorang guru. Menurut saksi yang bercerita kepada Kakek Wiryo, Paman Adi disuruh mengambil sangkar burung yang ada disitu oleh Tentara Belanda dan ditembak dari belakang.
Gambar 4: Paman Adi Wiryodiprojo yang ditembak Belanda.
Para pengungsi itu diajak ayah saya
untuk tinggal di rumah kami. Memang mereka mengungsi itu menuju Temanggung yang
dianggap masih aman. Rumah kami menjadi penuh sesak dengan saudara-saudara yang
mengungsi. Rumah yang biasanya ditempati oleh enam orang, yaitu ayah, ibu,
saya, adik saya dan dua pembantu rumah tangga, sekarang dijejali oleh 16 orang.
Suatu hari saya melihat
orang-orang berlatih tiarap sambil bergerak maju membawa senapan kayu dan bambu
runcing di depan rumah saya Saya juga pernah melihat banyak rombongan orang yang masing-masing
membawa bambu runcing dan senapan kayu menuju ke Parakan. Di Parakan kota kecil
dekat Temanggung ada seorang kyai yang dapat memberi doa yang dipercaya dapat
membuat orang yang berperang akan selamat walaupun senjatanya hanya bambu
runcing ataupun senapan kayu.
Sukarelawan yang membawa
senapan kayu berharap agar bila dalam pertempuran dia dapat merebut atau
menemukan senjata musuh, maka dia dapat menggunakan senjata yang benar. Pada
kira-kira kwartal pertama tahun 1947, Paman Maliki, dengan keluarganya termasuk
Tience dan Januarita meninggalkan Temanggung kembali ke Jakarta.
Sebulan kemudian Paman Umar
Khasan dan keluarganya berpamitan ke Wonosobo.
Pada suatu malam ayah saya
ditelepon tentara untuk bertemu dengan komandan. Selama beberapa hari ayah saya
membantu memasang bom-bom pada jembatan-jembatan, gedung-gedung, pabrik dan
tempat lain yang dapat digunakan Belanda. Bom-bom ditempatkan pada tempat yang tepat
agar dengan amunisi yang terbatas akan menghasilkan kerusakan yang besar. Ayah
saya diajak karena dianggap tahu pada struktur bangunan dan jembatan mana yang
paling mudah dihancurkan dengan amunisi yang terbatas itu. Bom yang akan
diledakkan disebut trek-bom. Cara menggunakannya ialah dengan menarik kawat dari
kejauhan yang memicu detonator sehingga bom akan meledak.
TNI sedang membuat rencana
bumi hangus, seperti tentara Rusia waktu melawan tentara Nazi Jerman yang
menyerbu Rusia pada tahun 1941. Bila infrastruktur rusak, pada waktu Belanda datang,
pasukan Belanda terhalang transportasinya dan tidak mendapatkan fasilitas
tempat berlindung dari cuaca.
Beberapa orang swasta yang
mempunyai pabrik dan tidak sadar akan perjuangan bangsa, sangat tidak suka
kepada ayah saya dan orang-orang yang bekerjasama dengan TNI mempersiapkan penghancuran pabrik-pabrik mereka.
Pada beberapa bulan sebelum Juli 1947, ayah saya ditunjuk
oleh Kementerian Pekerjaan Umum agar pindah ke Yogyakarta untuk sekolah lagi di Universiteit Gadjah Mada
Fakulteit Teknik. Kami keluarga inti beserta kakek Wiryo, ibu Warti dan ibu
Supiah, dan dua pembantu rumah tangga pun pindah. Kami naik kereta api
sedangkan barang-barang dibawa dengan gerobak sapi kepunyaan kantor yang makan
waktu tiga hari perjalanan dari Temanggung ke Yogyakarta.
Pada bulan Juli 1947
melalui Agresi Militer I yang dinamakan Operatie
Product, Belanda menduduki banyak daerah Republik diantaranya Temanggung.
Pasukan Belanda terdiri
dari 100.000 orang dari Korps Speciale Troepen dipimpin R. Westerling
dan 1e Para Compagnie dipimpin C.
Sisselaar. Agresi Militer I ini adalah pelanggaran terhadap Perjanjian
Linggarjati yang diadakan pada bulan Maret 1947.
Orang-orang yang punya
pabrik yang tidak ikhlas akan perjuangan RI melaporkan kepada Belanda,
siapa-siapa yang telah membantu tentara dalam melakukan bumi hangus itu. Salah
seorang pegawai PU yang dilaporkan dan tertangkap ditembak mati oleh regu
tembak Belanda.
Belanda juga mencari ayah
saya, tetapi ayah saya, Abdullah Angudi beserta keluarganya sudah tidak berada di Temanggung
lagi. Pak Ribut pegawai PU yang tertangkap Belanda, ditembak mati. Ayah saya selamat dari pencarian dari mata-mata dan pembunuhan oleh regu
tembak maut itu.
Gambar 4: Pak Riboet, pegawai PU Temanggung tertangkap dan ditembak mati.
Dua tahun sebelumnya bangsa
Belanda telah berjuang melawan Nazi Jerman di negaranya, tetapi di Indonesia
bangsa Belanda justru melakukan hal seperti apa yang dilakukan Nazi Jerman terhadap
bangsa Belanda.
Di Yogya keluarga besar kami tinggal di sebuah rumah
petak di Jl. Bugisan no. 5 di mana
beberapa keluarga sudah tinggal sebelumnya, yaitu keluarga-keluarga pelukis grafis Abdulsalam
dan pelukis Soerono.
Ditengah rumah terdapat ruangan yang agak luas dan
bersih yang digunakan sebagai tempat kerja para pelukis yang tiap pagi
datang dan pulang siang hari. Mereka yang sering saya lihat adalah adalah
pelukis-pelukis Soedibjo yang rambutnya
klimis, Ramli, Oesman Effendi dan Tino Sidin selain Soerono dan Abdulsalam.
Kadang-kadang datang pelukis tamu yaitu Soekamto dan pernah Pak Djon panggilan
pelukis S. Soedjojono ke Jalan Bugisan.
Di ruang tengah itulah terdapat lukisan-lukisan bernuansa
perjuangan pesanan Kementerian Pemuda dan Pembangunan di antara lukisan-lukisan
lainnya, tube cat minyak dan kwas.
(Episode berikutnya: "Ditangkap Tentara Belanda, 1947" pada https://sardjono007.blogspot.com)
(Episode berikutnya: "Ditangkap Tentara Belanda, 1947" pada https://sardjono007.blogspot.com)
Sardjono Angudi01/03/2011
diperbaiki 20/02/2023
Bahan:
id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_I
Label: Agresi Militer Belanda I, Pelanggaran Perjanjian Linggarjati., Perang Kemerdekaan I