Minggu, 11 Mei 2014

Ayah Saya Dicari Regu Tembak Belanda.




AYAH SAYA DICARI REGU TEMBAK BELANDA, 1947

            Pada tahun 1944 sampai 1947 saya tinggal di Jl. Pandean 63 Temanggung. Kota ini sejuk dan banyak berangin. Tanaman  besar yang banyak tumbuh di situ adalah lengkeng. Selain itu petani-petani Temanggung banyak yang menanam tembakau dengan irisan yang tebal dan dinamai Tembakau Kedu. Ada juga jenis ayam khusus yang namanya Ayam Kedu. Kebanyakan bulunya hitam. 


   


Gambar 1: Rumah Jl. Pandean 63, Temanggung



         Rumah  di mana saya tinggal mempunyai kebun yang luas di belakang,  terdapat pohon jambu batu yang besar dan selalu berbuah lebat. Tumbuh di kebun itu bermacam tanaman lainnya dan sebuah kolam di mana teman-teman saya sering bermain dengan gembiranya karena di atas kolam itu ada dangau tempat berteduh dan bermain yang dibuat oleh ayah saya.
  


Gambar 2: Dangau dan kolam tempat aku bermain.



  Ada  sebuah pohon jambu batu yang sangat besar dan selalu berbuah. Buah yang masak dan jatuh kami pilih dan kami usapkan pada baju agar bersih dan kami makan di dangau itu. Teman-teman yang lain ada yang lebih suka mandi-mandi. Teman-teman saya sering bermain, bercerita, makan-makan di situ sampai sore.  Mereka hanya pulang sesudah ibu mereka menyusul ke kebun kami dan memanggil sambil memarahi teman-teman saya itu karena tidak pulang-pulang. 
Sebenarnya tahun-tahun itu adalah tahun perjuangan Indonesia yang berat melawan penjajah, tetapi sebagai seorang anak, saya belum begitu merasakan kegentingannya. 
Ayah saya yang lahir pada 1917 adalah seorang opzichter   sipil dari Kementerian Pekerjaan Umum. Opzichter adalah pengawas atau supervisor teknik. Inventaris kantor antara  lain dua buah pick-up merk Desoto, sebuah sepeda motor BSA yang sering dipakai ayah saya dan dua buah gerobag sapi dengan enam ekor sapi Benggala yang besar-besar sebagai penariknya.
Pada akhir 1945 Tentara Sekutu mendarat di pantai Semarang untuk menyelesaikan masalah peralihan kekuasaan antara Sekutu ABDA (Amerika- Inggris- Belanda- Australia) yang menang perang dan Jepang yang kalah. Tentara Sekutu diboncengi oleh tentara Belanda yang memang merupakan bagian dari Tentara Sekutu.
Secara genetika bangsa Indonesia berbadan kecil, apalagi telah mengalami 3,5 tahun pendudukan Jepang yang kejam, membuat bangsa Indonesia kekurangan gizi yang gawat dan membuat orang-orang Indonesia makin kurus. Sembilan puluh persen bangsa Indonesia masih butahuruf, hanya ada sedikit pemuda yang tahu bagaimana memegang senjata ringan, dan lebih sedikit lagi pemimpin dan politikus pejuang. Hal-hal itu sungguh sangat mengundang bangsa lain untuk menjajah kembali bangsa Indonesia yang mempunyai tanah air yang kaya. Walaupun kurang gizi, kurus dan butahuruf, semangat untuk merdeka tidak berkurang.
Kerajaan Belanda menggunakan kesempatan untuk menjajah Indonesia kembali dengan menyatakan bahwa kedatangannya bersama Tentara Sekutu itu adalah untuk menjaga ketertiban yang mereka namakan Politionale Actie.
Kedatangan Tentara Sekutu dan Belanda itu tidak dapat diterima oleh rakyat Indonesia, hal itu dilawan oleh Kolonel Sudirman yang tahu maksud Belanda sebenarnya. Pertempuran terjadi di Ambarawa. Pihak Belanda dipimpin oleh Brigjen Bethell.
Untuk membantu Kol. Sudirman, dan pasukannya, rakyat menyiapkan makanan dan membuat dapur umum, antara lain di Temanggung. Dapur Umum adalah tempat memasak bahan makanan untuk tentara-tentara dan sukarelawan.  
Saya dengan ayah saya sering menjemput ibu saya yang bertugas memasak nasi dan lauk-pauk, bersama puluhan ibu-ibu lainnya  di gedung Kabupaten Temanggung. Ibu saya perlu dijemput karena sering pulang malam. Ibu saya mengatakan bahwa banyak sukarelawan yang masih baru berumur belasan tahun.
Para sukarelawan dan tentara itu melewati Temanggung dalam perjalanan ke Magelang dan Ambarawa. Ibu saya adalah anggota Persatuan Wanita Indonesia disingkat Perwari.
Untuk melawan penjajah di Ambarawa itu, kantor ayah saya diminta oleh Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk membantu pengangkutan, karena tentara tahu ada pick-up yang dimiliki oleh kantor. Ayah sayapun menyerahkan dua buah pick-up inventaris kepunyaan kantor Kementerian Pekerjaan Umum dengan dua sopirnya, untuk membawa tentara dan membantu transportasi di Ambarawa. Tidak ada proses administrasi apapun atas peminjaman atau permintaan itu karena ini semua adalah kepentingan RI. Ayah saya adalah Kepala Kantor.
Beberapa hari kemudian salah seorang sopir ayah saya, yang luka-luka di tangannya karena kena peluru Belanda, kembali ke Temanggung dari Ambarawa dan melapor kepada ayah saya bahwa kedua buah pick-up itu telah hancur. Pak sopir kelihatan takut karena menyangka ayah saya akan memarahi dia. Tetapi ayah saya tahu bahwa itu suatu konsekwensi perjuangan seluruh bangsa sehingga ayah saya menerima laporan itu dan berterimakasih kepada Yang Maha Kuasa bahwa sopir tidak cedera parah atau gugur.
Dalam peperangan di Ambarawa dari bulan Oktober sampai Desember 1945 itu, TKR dapat mendesak Tentara Belanda ke Semarang. Pertempuran di Ambarawa itu dikenal sebagai Palagan Ambarawa.

Tahun 1947 Belanda menyiapkan Agresi Militer I. Pesawat pengintai Belanda,  secara berkala terbang rendah di atas  Temanggung  untuk mengamati keadaan. Tentara Nasional Indonesia, TNI nama baru dari TKR tidak mempunyai pesawat terbang ataupun senjata anti pesawat terbang yang memadai untuk menembak sehingga pesawat capung Belanda itu dapat terbang dengan aman kemanapun dia terbang.





Gambar 3: Pesawat pengintai Belanda berpatroli.




 
        Pada suatu sore kami kedatangan Paman Maliki, dan isterinya, Ibu Dumilah  dan mbak Nani yang mengungsi dari Jakarta lalu ke Wonosobo,  dan kemudian tinggal di rumah kami. Pak Maliki  mendapat satu kamar untuk ditempati. Pak Maliki adalah kakak ayah saya. Kemudian datang lagi keponakan Pak Maliki yaitu Tience dan Januarita.
Beberapa waktu kemudian kami kedatangan  Paman Umar Khasan, isterinya dan dua anak-anaknya, balita Marjanto  dan bayi Margiono  yang mengungsi  ke Temanggung. Paman Umar Khasan adalah suami dari adik ibu saya, Ibu Khotijah. Pak Umar Khasan dapat satu kamar untuk ditinggali.
Ketika suatu hari ayah saya sedang berada di pasar Parakan, ayah saya melihat mertuanya, kakek Wiryo, dan dua adik ibu saya, Suwarti dan Supiah yang mengungsi dari Tegal dan telah berjalan kaki selama dua minggu.
Kakek Wiryo masih bersedih karena baru saja kehilangan puteranya Adi yang ditembak Belanda ketika tertangkap sedang tidur pagi. Belanda menganggap paman Adi gerilyawan, padahal dia seorang guru. Menurut saksi yang bercerita kepada Kakek Wiryo, Paman Adi disuruh mengambil sangkar burung yang ada disitu oleh Tentara Belanda dan ditembak dari belakang. 







 Gambar 4: Paman Adi Wiryodiprojo yang ditembak Belanda.


       Para pengungsi itu diajak ayah saya untuk tinggal di rumah kami. Memang mereka mengungsi itu menuju Temanggung yang dianggap masih aman. Rumah kami menjadi penuh sesak dengan saudara-saudara yang mengungsi. Rumah yang biasanya ditempati oleh enam orang, yaitu ayah, ibu, saya, adik saya dan dua pembantu rumah tangga, sekarang dijejali oleh 16 orang.
Suatu hari saya melihat orang-orang berlatih tiarap sambil bergerak maju membawa senapan kayu dan bambu runcing di depan rumah saya Saya juga pernah melihat banyak rombongan orang yang masing-masing membawa bambu runcing dan senapan kayu menuju ke Parakan. Di Parakan kota kecil dekat Temanggung ada seorang kyai yang dapat memberi doa yang dipercaya dapat membuat orang yang berperang akan selamat walaupun senjatanya hanya bambu runcing ataupun senapan kayu.
Sukarelawan yang membawa senapan kayu berharap agar bila dalam pertempuran dia dapat merebut atau menemukan senjata musuh, maka dia dapat menggunakan senjata yang benar. Pada kira-kira kwartal pertama tahun 1947, Paman Maliki, dengan keluarganya termasuk Tience dan Januarita meninggalkan Temanggung kembali ke Jakarta.
Sebulan kemudian Paman Umar Khasan dan keluarganya berpamitan ke Wonosobo.
Pada suatu malam ayah saya ditelepon tentara untuk bertemu dengan komandan. Selama beberapa hari ayah saya membantu memasang bom-bom pada jembatan-jembatan, gedung-gedung, pabrik dan tempat lain yang dapat digunakan Belanda.  Bom-bom ditempatkan pada tempat yang tepat agar dengan amunisi yang terbatas akan menghasilkan kerusakan yang besar. Ayah saya diajak karena dianggap tahu pada struktur bangunan dan jembatan mana yang paling mudah dihancurkan dengan amunisi yang terbatas itu. Bom yang akan diledakkan disebut trek-bom. Cara menggunakannya ialah dengan menarik kawat dari kejauhan yang memicu detonator sehingga bom akan meledak.
TNI sedang membuat rencana bumi hangus, seperti tentara Rusia waktu melawan tentara Nazi Jerman yang menyerbu Rusia pada tahun 1941. Bila infrastruktur rusak, pada waktu Belanda datang, pasukan Belanda terhalang transportasinya dan tidak mendapatkan fasilitas tempat berlindung dari cuaca.
Beberapa orang swasta yang mempunyai pabrik dan tidak sadar akan perjuangan bangsa, sangat tidak suka kepada ayah saya dan orang-orang yang bekerjasama dengan TNI mempersiapkan  penghancuran pabrik-pabrik mereka.
Pada beberapa  bulan sebelum Juli 1947, ayah saya ditunjuk oleh Kementerian  Pekerjaan Umum  agar pindah ke Yogyakarta untuk  sekolah lagi di Universiteit Gadjah Mada Fakulteit Teknik. Kami keluarga inti beserta kakek Wiryo, ibu Warti dan ibu Supiah, dan dua pembantu rumah tangga  pun pindah. Kami naik kereta api sedangkan barang-barang dibawa dengan gerobak sapi kepunyaan kantor yang makan waktu tiga hari perjalanan dari Temanggung ke Yogyakarta.
Pada bulan Juli 1947 melalui Agresi Militer I yang dinamakan Operatie Product, Belanda menduduki banyak daerah Republik diantaranya Temanggung.
Pasukan Belanda terdiri dari 100.000 orang dari Korps Speciale Troepen dipimpin R. Westerling dan 1e Para Compagnie dipimpin C. Sisselaar. Agresi Militer I ini adalah pelanggaran terhadap Perjanjian Linggarjati yang diadakan pada bulan Maret 1947.
Orang-orang yang punya pabrik yang tidak ikhlas akan perjuangan RI melaporkan kepada Belanda, siapa-siapa yang telah membantu tentara dalam melakukan bumi hangus itu. Salah seorang pegawai PU yang dilaporkan dan tertangkap ditembak mati oleh regu tembak Belanda.
Belanda juga mencari ayah saya, tetapi ayah saya, Abdullah Angudi beserta  keluarganya sudah tidak berada di Temanggung lagi. Pak Ribut pegawai PU yang tertangkap Belanda, ditembak mati. Ayah saya selamat dari pencarian dari mata-mata dan pembunuhan oleh regu tembak maut itu

 


Gambar 4: Pak Riboet, pegawai PU Temanggung tertangkap dan ditembak mati.




Dua tahun sebelumnya bangsa Belanda telah berjuang melawan Nazi Jerman di negaranya, tetapi di Indonesia bangsa Belanda justru melakukan hal seperti apa yang dilakukan Nazi Jerman terhadap bangsa Belanda.  
Di Yogya keluarga besar kami tinggal di sebuah rumah petak di Jl. Bugisan no. 5 di mana  beberapa keluarga sudah tinggal sebelumnya, yaitu  keluarga-keluarga pelukis grafis Abdulsalam dan pelukis Soerono.
Ditengah rumah terdapat ruangan yang agak luas dan bersih   yang digunakan sebagai  tempat kerja para pelukis yang tiap pagi datang dan pulang siang hari. Mereka yang sering saya lihat adalah adalah pelukis-pelukis  Soedibjo yang rambutnya klimis, Ramli, Oesman Effendi dan Tino Sidin selain Soerono dan Abdulsalam. Kadang-kadang datang pelukis tamu yaitu Soekamto dan pernah Pak Djon panggilan pelukis S. Soedjojono ke Jalan Bugisan. 
Di ruang tengah itulah terdapat lukisan-lukisan bernuansa perjuangan pesanan Kementerian Pemuda dan Pembangunan di antara lukisan-lukisan lainnya, tube cat minyak dan kwas. 

(Episode berikutnya: "Ditangkap Tentara Belanda, 1947" pada https://sardjono007.blogspot.com)

Sardjono Angudi01/03/2011 
diperbaiki 20/02/2023

Bahan:
id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_I

Label: , ,